BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Dengan berinteraksi mereka dapat mengambil dan memberikan manfaat. Salah satu praktek yang merupakan hasil interaksi sesame manusia adalah terjadinya jual-beli yang dengannya mereka mampu mendapatkan kebutuhan yang mereka inginkan. Islampun mengatur permasalahan ini dengan rinci dan seksama, sehingga ketika mengadakan transaksi jual beli, manusia mampu berinteraksi dalma koridor syariat dan terhindar dari tindakan-tindakan aniaya terhadap sesame manusia, hal ini menunjukan bahwa islam merupakan ajaran yang bersifat universal dan komprehensif.
Melihat paparan diatas, perlu kiranya kita mengetahui beberapa teknik tentang jual beli yang patut diperhatikan bagi mereka yang kesehariannya bergelut dengan transaksi jual beli, bahkan jika diteliti secara seksama, setiap orang tentulah bersentuhan dengan jual beli. Oleh karena itu, pengetahuan tentang jual beli yang disyariatkan mutlak diperlukan.
Dalam jual beli harus ada khiyar. Hal ini bertujuan untuk melindungi pembeli dari kemungkinan penipuan dari pihak penjual. Sesungguhnya agama islam adalah agama yang penuh kemudahan dan syami’I (menyeluruh) meliputi segenap aspek kehidupan, selalu memperhatikan berbagai maslahat dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Termasuk dalam maslahat tersebut adalah sesuatu yang Allah syariatkan dalam jual beli berupa hak memilih bagi orang yang bertransaksi, supaya dia puas melihat maslahat dan mudharat yang ada dari sebab akad tersebut sehingga dia bisa mendapatkan apa yang diharapkannya dari pilihannya itu atau membatalkan jual belinya apabila dia melihat tidak ada maslahat padanya.
Menurut imam Syafi’I dan Ahmad, jika kesepakatan jual beli terjadi, masing-masing penjual dan pembeli punya hak khiyar (hak pilih) selama belum berpisah, atau punya hak khiyar untuk memastikan jadi tidaknya transaksi. Berdasarkan hadits nabi :
Artinya : Penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar selama belum berpisah (HR. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan menurut Abu Hanifah dan Malik, jika transaksi jual beli terjadi masing-masing penjual dan pembeli sudah tidak mempunyai hak khiyar lagi transaksi telah sempruna dan telah terjadi dengan adanya akad.
Masalah tentang khiyar ini juga disebutkan dalam Al-Qur’an yaitu :
1. QS An-Nisa 29
r'¯»t úïÏ©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Penjelasan surat An- Nisa’ ayat 29
Allah melarang memakan harta dengan cara yang batil yaitu satu cara yang mengandung mara bahaya atas diri mereka terhadap orang yang memakannya dan orang-oarang yang mengambil hartanya, lalu allah membolehkan bagi mereka perkara yang mengandung kemaslahatan untuk mereka berupa beberapa bentuk matapencaharian dan perniagaan serta beberapa bentuk profesi dan persewaan.
Allah mensyari’atkan adanya keridhoan dari kedua pihak padahal perkara itu adalah sebuah perniagaan, hal itu menjadi suatu indikasi bahwasannya akad perniagaan itu disyaratkan bukan dari akad riba karma riba bukanlah dari perniagaan, bahkan riba itu adalah perkara yang bertentangan dengan maksud perniagaan.
Dalam perniagaan harus ada keridhoaan diantara kedua pihak dan masing-masing pihak melaksanakannya dengan penuh kesadaran dan pilihannya, dan merupakan kesempurnaan dari saling merelakan adalah agar apa yang menjadi akad atasnya itu adalah suatu barang yang diketahui, karena sila tidak diketahui maka tidak akan ada yang namanya suka sama suka, dan agar barang tersebut mampu diserahkan , karma barang yang tidak mampu diserahkan adalah sejenis dengan tindakan perniagaan perjudian.
Ayat ini menunjukkan juga bahwa akad itu akan terlaksana ( syah ) dengan hal apapun yang menunjukan kepadanya berupa perkataan maupun perbuatan, karena Allah telah mensyaratkan suka sama suka padanya, maka dengan jalan apapun tercapainya suka sama suka niscaya tercapai pula akadnya dengan hal tersebut.
2. QS-Almaidah ayat 1
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& Ïqà)ãèø9$$Î/ 4
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu
Khiyar secara etimologi artinya memilih, menyisihkan dan menyaring secara umum artinya adalah menentukan yang terbaik dari dua hal atau lebih untuk dijadikan orientasi.
Sedangkan secara terminology dalam istilah fiqih adalah
Artinya : Suatu keadaan yang menyebabkan aqid memilih hak untuk memutuskan akadnya. Yakni menjadikan atau membatalkannya jika khiyar tersebut berupa khiyar syarat-syarat aib atau ru’yah atau hendaklah memilih diantara dua barang jika khiyar ta’yin
Jumlah khiyar sangat banyak dan diantara para ulama telah terjadi perbedaan pendapat. Menurut ulama hanafiyah, jumlahnya ada 17. ulama malikiyah membagi khiyar menjadi dua bagian, yaitu khiyar al-taamul (melihat, meneliti), yaitu khiyar secara mutlak dan khiyar naqsih (kurang), yaitu apabila terdapat kekurangan atau aib pada barang yang dijual.
Ulama syafi’I berpendapat bahwa khiyar terbagi dua, yaitu khiyar at-tasyahi dan khiyar naqishah. Adapun menurut ulama Hanabilah jumlah khiyar ada 8 macam. Sedangkan khiyar yang paling masyur ada 3, yaitu khiyar majelis, khiyar syarat dan khiyar aob.
1.2 Rumusan Masalah
a. Macam-macam khiyar
b. Apa saja urgensi yang terkandung dalam khiyar syarat, khiyar majelis, khiyar aib?
c. Berapa lama batasan khiyar tersebut?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui apa saja yang terkandung dalam khiyar selama proses jual beli
b. Untuk mengetahui apa tujuan khiyar itu dalam transaksi jual beli
c. Sebagai salah satu tugas terstruktur dalam mata kuliah Fiqih Muamalah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Khiyar
Khiyar artinya hak pilih, menyisihkan dan menyaring secara umum artinya menentukan yang terbaik dari dua hal atau lebih untuk dijadikan orientasi. Sedangkan secara terminologis dalam istilah fiqih khiyar adalah :
Suatu keadaan yang menyebabkan aqid memiliki hak untuk memutuskan akadnya, yakni menjadikan atau membatalkannya jika khiyar tersebut berupa khiyar syarat, aib atau ru;yah hendaklah memilih diantara dua barang jika khiyar ta’yan.
2.2 Macam-macam Khiyar
a. Khiyar Majelis
Khiyar majelis adalah tempat berlangsungnya proses jual beli. Menurut ulama fiqih, khiyar majelis adalah :
Artinya : Hak bagi semua pihak yang melakukan akan untuk membatalkan akad selagi masih berada di tempat akad dan kedua pihak belum berpisah. Keduanya saling memilih sehingga muncul kelaziman dalam akad
Dengan demikian, akad menjadi lazim, jika kedua pihak telah berpisah atau memilih, hanya saja khiyar majelis tidak dapat berada pada setiap akad. Khiyar majelis hanya ada pada akad yang sifatnya pertukaran, seperti jual beli.
Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, akad itu akan menjadi lazim dengan adanya ijab dan qabul, serta tidak bisa jika hanya dengan khiyar, karena sesungguhnya Allah telah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 1 yang berbunyi
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& Ïqà)ãèø9$$Î/ 4
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu
Ayat diatas menjelaskan bahwa apabila kita melakukan akad, kita harus menepati janji, sedangkan khiyar menghilangkan keharusan tersebut. Selain itu, suatu akad tidak akan sempurna kecuali dengan adanya ridhaan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 29 :
HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4
Artinya Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka
Sedangkan keridhaan hanya dapat diketahui dengan ijab dan qabul dengan demikian keberatan akad tidak dapat digantungkan atas khiyar majelis
Golongan ini tidak mengambil hadits-hadits yang berkenaan dengan kebenaran khiyar majelis sebab mereka tidak mengakuinya. Adapun hadits yang berkenaan dengan khiyar majelis yaitu :
Artinya : Diriwayatkan dari Ibnu umar r.a dia telah berkata, sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda : “Penjual dan pembeli masing-masing mempunyai hak khiyar yaitu kesempatan berfikir selagi mereka belum berpisah (memang bentuk) jual beli khiyar” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yang dimaksud dua orang yang melakukan akad jual beli ( ) adalah orang yang melakukan tawar-menawar sebelum akad untuk berakad atau tidak. Adapun maksud dari berpisah ( ) aalah berpisah dari segi ucapan dan bukan badan. Dengan kata lain bagi yang menyatakan ijab, ia boleh menarik kembali ucapannya sebelum dijawab qabul, sedangkan bagi yang lainnya (penerima) boleh memilih apakah ia akan menerimanya ditempat tersebut atau menolaknya.
Menurut Wahbah AL-Juhaili, takwil diatas tidak befaedah sebab orang yang akad, bebas untuk memilih, menerima atau menolak. Dengan demikian orang yang tidak menerima tidak dapat dikatakan berpisah. Hadits tentang khiyar majelis pun tidak dapat dikatakan menyalahi keridhaan sebab khiyar majelis justru untuk memperkuat adanya keridhaan.
Menurut ulama syafi’iyah dan Hanabillah berpendapat bahwa khiyar majelis diisyaratkan dalam islam, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim diatas menjelaskan bahwa jadi atau tidaknya transaksi jual beli harus dilakukan pada saat terjadinya transaksi tersebut. Tidak boleh ditunda dilain waktu kecuali kalau transaksinya merupakan transaksi bersyarat. Kalau transaksi bersyarat atau dengan garansi, maka apabila barang yang dibeli tidak sesuai dengan cirri-cirinya atau sebelum waktu garansinya habis barang tersebut sudah rusak, tentu saja boleh saja dikembalikan.
Ibnu Qayyim Rahimullah berkata : dalam penetapan adanya khiyar majelis dalam jual beli oleh Allah dan rasul-Nya ada hikmah dan maslahat bagi keduanya, yaitu agar terwujud kesempurnaan ridha yang diisyaratkan oleh Allah dalam firman-Nya dalam surat An-Nisa ayat 29, kecualai saling keridhaan diantara kalian. Karena sesungguhnya akad jual beli itu sering terjadi dengan tiba-tiba tanpa berfikir panjang dan melihat harga. Maka kebaikan-kebaikan syariat yang sempurna ini mengharuskan adanya sebuah aturan berupa khiyar supaya masing-masing penjual dan pembeli melakukannya dalam keadaan puas dan melihat kembali transaksi itu (maslahat dan mudharatnya). Maka masing-masing punya hak untuk memiliki sesuai dengan hadits, selama keduanya tidak berpisah dari tempat jual beli.
Kalau keduanya meniadakan khiyar atau salah seorang dari keduanya merelakan tidak ingin khiyar maka ketika itu harus terjadi jual beli pada keduanya atau terhadap orang yang menggugurkan hak khiyarnya hanya dengan sebatas akad saja. Karena khiyar itu merupakan hak dari orang yang bertransaksi maka hak itu akan hilang jika yang punya hak telah membatalkannya
b. Khiyar Syarat
Khiyar syarat yaitu penjualan yang didalamnya diisyaratkan sesuatu baik oleh penjual maupun pembeli. Seperti seorang berkata “saya jual rumah ini dengan harga Rp. 500.000,00 dengan syarat khiyar selama tiga hari
Sabda Rasulullah SAW :
Artinya : Kamu boleh khiyar pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam (HR. Bukhari Muslim)
Khiyar yang diisyaratkan adalah khiyar yang ditetapkan batasan waktunya. Hal itu didasarkan pada hadist Rasulullah SAW tentang riwayat Hibban bin Mungid yang menipu dalam jual beli :
Artinya : Jika kamu bertransaksi (jual beli) katakanlah, tidak ada penipuan dan saya khiyar selama 3 hari (HR. Bukhari Muslim).
Menurut pendapat paling masyur di kalangan ulama Hanfiyah dan Hanabillah, khiyar yang tidak jelas batasan waktunya adalah tidak sah seperti pernyataan “saya beli barang ini dengan syarat saya khiyar selamanya”. Perbuatan ini mengandung unsure jahalah (ketidak jelasan).
Khiyar sangat menentukan akad, sedangkan batasannya tidak diketahui sehingga akan menghalangi aqid (orang yang melakukan akad) untuk menggunakan barang tersebut.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa jual beli tersebut fasid, tetapi tidak batal. Jika syarat tersebut belum sampai tiga hari atau tidak bertambah dari tiga hari atau memberikan penjelasan tentang masa khiyar, akad mejadi sah sebab telah hilang penyebab yang merusaknya.
Selain itu, syarat berubah sesuai dengan landasan asalnya yaitu 3 hari sebagaimana dinyatakan dalam hadist riwayat Hibban Ibn Munqid. Dengan demikian. Persyaratan khiyar tanpa batas dengan sendirinya gugur oleh landasan asal tersebut.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa waktu 3 hari adalah waktu yang cukup dan bisa memenuhi kebutuhan seseorang. Dengan demikian, jika melewati 3 hari jual beli tersebut batal. Akan tetapi akad tersebut menjadi shahih, jika diulangi dan tidak melewati 3 hari.
Suatu akad bisa menjadi lazim (shahih) jika khiyar telah gugur. Adapun cara menggugurkan khiyar tersebut ada 3, yaitu :
1. Pengguguran dengan dilalah
Pengguran sharih adalah pengguran oleh orang yang berkhiyar. Seperti menyatakan, saya batalakan khiyar dan ridha. Dengan demikian akan menjadi lazim (shahih). Sebaliknya, akad gugur dengan pernyataan, saya batalkan atau saya gugurkan akad ini.
2. Pengguguran dengan dilalah
Pengguguran dengan dilalah adalah adanya tasharruf dari pelaku khiyar yang menunjukan bahwa jual beli tersebut jadi dilakukan, seperti pembeli menghibahkan barang tersebut kepada orang lain atau sebaliknya pembeli mengembalikan kepemilkan kepada penjual. Pembeli menyerahkan kembali barang kepada penjual menunjukan bahwa ia membatalkan jual beli atau akad.
3. Pengguguran khiyar dengan kemudaratan
Pengguguran khiyar dengan adanya kemudaratan terdapat dalam beberapa keadaan, antara lain :
a. Habis waktu
b. Kematian orang yang memberika syarat
c. Adanya hal-hal yang semakna dengan mati
d. Barang rusak ketika masih khiyar
e. Adanya cacat pada barang
c. Khiyar aib (cacat)
Khiyar aib yaitu khiyar bagi pembeli yang disebabka adanya aib dalam suatu barang yang tidak disebutkan oleh penjual atau tidak diketahuinya, akan tetapi aib itu jelas-jelas ada dalam barang dagangan sebelum dijual. Adapun ketentuan aib yang memperbolehka adanya khiyar adalah dengan adanya aib itu bisaanya menyebabkan nilai barang kerkurang atau mengurangi harga barang itu sendiri.
Khiyar aib ini artinya adalah bahwa dalam jual beli ini diisyaratkan kesempurnaan benda-benda yang dibeli, seperti seseorang berkata “saya beli mobil itu seharga sekian, nila mobil itu cacat akan saya kembalikan”
Hak pilih ini dimiliki oleh masing-masing dari pihak-pihak yang terikat perjanjian untuk menggagalkan perjanjian tersebut bila tersingkap adanya cacat pada objek perjanjian yang sebelumnya tidak diketahui. Oleh sebab itu disyariatkan hak pilih terhadap cacat, sehingga bisa mengantisipasi adanya cacat yang menghilangkan kerelaan. Cacat yang bisa ditolak dengan hak pilih ini adalah cacat yang bisa mengurangi harga barang di kalangan para pedagang.
Adapun landasan untuk mengetahui hal ini kembali kepada bentuk perniagaan yang terpandang, kalau mereka menganggapnya sebagai aib maka boleh adanya khiyar dan kalau mereka tidak menganggapnya sebagai aib yang dengannya dapat mengurangi nilai barang atau harga barang itu sendiri maka tidak teranggap danya khiyar.
Apabila pembeli mengetahui aib setelah akad, maka baginya berhak khiyar untuk melanjutkan membeli dan mengambil ganti rugi seukuran perbedaan antara harga barang yang baik dengan yang terdapat aib, atau boleh baginya untuk membatalkan pembelian dengan mengembalikan barang dan meminta kembali uang yang telah dia berikan.
Khiyar aib diisyaratkan dalam islam, didasarkan pada hadist berikut :
Artinya : Seseorang muslim adalah saudara muslim yang lain. Tidaklah halal bagi seorang muslim untuk menjual barang bagi saudaranya yang mengandung, kecuali jika menjelaskannya terlebih dahulu. (HR, Ibn. Majah dari Uqbah Ibn Amir)
Adapun hal-hal yang berhubungan dengan khiyar aib adalah sebagai berikut :
a. Aib yang mengharuskan khiyar
b. Syarat tetapnya khiyar
c. Waktu khiyar aib
d. Cara pengembalian akad
e. Hal-hal yang menghalangi pengembalian barang
- Aib mengharuskan Khiyar
Ulama Hanafiah dan Hanabilah berpendapat bahwa aib pada khiyar adalah segala sesuatu yang menunjukan adanya kukuragan dari aslinya, mislanya, berkurang nilainya menurut adapt, baik berkurang sedikit atau banyak.
Menurut ulama syafi’iyah adalah segala sesuatu yang dapat dipandang berkurang nilainya dari barang yang dimaksud atau tidak adanya barang yang dimaksud, seperti semptinya sepatu, potongnya tanduk binatang yang akan dijadikan kurban.
- Syarat-syarat khiyar
Diisyaratkan untuk tetapnya khiyar aib setelah diadakan penelitian yang menunjukan :
1. Adanya aib setelah akad atau sebelum diserahkan, yakni aib tersebut telah lama ada. Jika adanya setelah penyerahan atau ketika berada ditangan pembeli, aib tersebut tidak tetap
2. Pembeli tidak mengetahui adanya cacat ketika akad dan ketika menerima barang. Sebaliknya jika pembeli sudah mengetahui aanya cacat ketika menerima barang tidak ada khiyar sebab ia dianggap telah ridha
3. Pemilik barang tidak menisyaratkan agar pembeli membebaskan jika ada cacat. Dengan demikian, jika penjual mensyaratkan tidak ada khiyar. Jika pembeli membebaskannya, gugurlah hak dirinya.
- Waktu khiyar aib
Khiyar aib tetap ada sejak munculnya cacat walaupun akad telah berlangsung cukup lama. Mengenai membatalkan akad setelah diketahui adanya cacat baik secara langsung atau ditangguhkan, terdapat dua pendapat.
Ulama Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa membatalkan akad setelah diketahui adanya cacat adalah ditangguhkan, yakni tidak diisyaratkan secara langsung
Ulama Syafi’iyah dan Malikiyah berpendapat bahwa pembatalan akad harus dilakukan ketika diketahuinya cacat, yakni secara langsung menurut adat dan tidak boleh ditangguhkan. Namun demikian, tidak dianggap menangguhkan jika diselingi shalat, makan dan minum. Diantara sebabnya, supaya orang yang berakad tidak mudarat karena mengakhiri yakni hilangnya hak khiyar karena mengakhirkan sehingga akad menjadi lazim.
- Cara Pengembalian akad
Apabila barang masih berada ditangan pemilik pertama, yakni belum diserahkan kepada pembeli akan dianggap telah dikembalikan (dibatalkan) dengan ucapan “saya kembalikan” dalam hal ini tidak memerlukan keputusan seorang hakim, tidak pula membutuhkan keridhaan.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa apabila barang sudah diserahkan kepada pembeli, harus ada kerelaan ketika menyerahkannya atau diserahkan melalui keputusan hakim.
- Beberapa hal yang menghalangi pengembalian barang
1. Ridha setelah mengetahui adanya cacat, baik secara jelas diucapkan atau adanya petunjuk
2. Menggugurkan Khiyar, baik secara jelas atau adanya petunjuk
3. Barang rusak karena perbuatan pembeli atau berubah dari bentuk aslinya
4. Adanya tambahan pada barang yang bersatu dengan barang tersebut dan bukan berasal dari aslinya atau tambahan yang terpisah dari barang tetapi berasal dari aslinya, seperti munculnya buah atau lahirnya anak
2.3 Batasan lamanya Khiyar
Mengenai batasan lamanya khiyar ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ulama, diantaranya adalah :
a. Menurut Abu Hanifah dan Sayfi’i
Batas khiyar itu paling lama adalah tiga hari. Tidak boleh lebih dari itu
b. Manurut Imam Malik :
Lama tidaknya khiyar tergantung kebutuhan dan tingkat nilai barang, barang-barang yang kurang berharga boleh tidak sampai sehari, sedangkan barang yang sangat berharga bisa lebih dari tiga hari.
c. Menurut Imam Ahamad, Abu Yusuf dan Muhammad
Panjang pendeknya waktu khiyar tergantung kesepakatan antara penjual dan pembeli
Menurut Abu Hanifah, Syafi’I dan Ahmad habisnya waktu Khiyar menunjukan kepastian jual beli jadi atau tidak.
Sedangkan menurut Imam Malik, habisnya waktu khiyar tidak secara otomatis menunjukan kepastian jual beli. Dimana, yang bersangkutan tetap mempunyai hak untuk “menawar”
2.4 Urgensi khiyar
- membuktikan dan mempertegas adanya kerelaan dari pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian. Oleh sebab itu, syariat hanya menetapkan dalam kondisi tertentu saja, atau ketika salah satu pihak yang terlibat menegaskannya sebagai persyaratan.
- agar masing-masing pihak (penjual atau pembeli) tidak menyesal apa yang telah di jual, atau di belinya. Sebab penyesalan tersebut karena kurang hati-hati ,tergesa –gesa atau karna factor lainnya.
- Khiyar dapat membuat akad jual beli berlangsung memenuhi prinsip –prinsip islam,yaitu suka sama suka sesama pembeli dan penjual.
- Pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik atau benar-benar yang di sukainya.
- Terhindar dari unsur- unsur penipuan baik dari pihak pembeli maupun penjual ,karena tidak adanya kehati-hatian.
- Khiyar dapat memelihara hubungan baik dan terjalin cinta kasih sesame.
- Menghindari rasa permusuhan.
2.5 Hubungan garansi dengan khiyar
Garansi adalah proses dan prosedur penggantian barang yang dimaksudkan sebagai bentuk pertanggung jawaban atas mutu dan kwalitas dari barang yang dibeli.
Waktu atau masa berlaku dan batasan-batasan atau klausul dari garansi diatur oleh mekanisme prosedural yang mengikat dan berketetapan,dimana prosedur tersebut harus dijalankan dengan pertimbangan kebijakan dari pihak-pihak yang berkaitan.
Garansi adalah proses dan prosedur penggantian barang yang dimaksudkan sebagai bentuk pertanggung jawaban atas mutu dan kwalitas dari barang yang dibeli.
Waktu atau masa berlaku dan batasan-batasan atau klausul dari garansi diatur oleh mekanisme prosedural yang mengikat dan berketetapan,dimana prosedur tersebut harus dijalankan dengan pertimbangan kebijakan dari pihak-pihak yang berkaitan.
Garansi dan khiar sangat berbeda tetapi memiliki sedikit persamaan yaitu sama-sama merupakan jaminan mutu, sama- sama memberikan tenggang waktu ketika melakukan jual beli.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Khiyar, artinya hak pilih, menyisihkan dan menyaring. Secara umum artinya menentukan yang terbaik dari dua hal atau lebih untuk dijadikan orientasi. Sedangkan secara terminologis dalam istilah fikih Khiyar adalah suatu keadaan yang menyebabkan aqid memiliki hak untuk memutuskan akadnya, yakni menjadikan atau membatalkannya jika khiyar tersebut berupa khiyar syarat, aib atau ru’yah atau hendaklah memilih diantara dua barang jika Khiyar ta’yan.
Khiyar terjadi beberapa jenis tetapi yang paling utama ada 3 yaitu, Khhiyar Majelis, Khiyar Syarat dan Khiyar aib.
3.2 Saran
Kepada para mahasiswa/ mahasiswi dan teman-teman sekalian setelah membaca makalah ini, bisa mengetahui dan dapat mempraktekan tentang khiyar ini dalam kehidupan sehari-hari pada saat melakukan transaksi jual beli secara baik dan benar-benar sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan.
Pembahasan tentang khiyar ini sangat terbatas, jadi kami harap kepada pembaca agar mencari referensi lainnya untuk memperdalam pengetahuaannya tentang khiyar.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an.
Mahalli, Ahmad Mudjab dan Hasbullah Ahmad Rodli. 2004. Hadits-hadits MutafaqAlalah. Jakarta : Reinika Cipta.
Sholeh Achmad khudari, 1999. Fiqih Konstektua. Jakarta : PT. Pertja.
Suhendi, Hendi. 2007. Fiqih Muamalah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Syafe’i Rachmat. 2004. Fiqih Muamalah. Bandung : Pustaka Setia.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di. 2007.Tafsir As- Sa’di ( surat An-Nisa’ s/d Al- An’am). Jakarta : Pustaka Sahifa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thank You