Isu yang timbul dalam evaluasi program berkaitan dengan berkembangnya masalah-masalah yang berkaitan dengan tuntutan terhadap evaluasi yang efektif, pengaruh evaluasi, bias,
penggunaan hasil evaluasi, dan sikap evaluator terhadap hasil evaluasi.
Nilai evaluasi berkaitan dengan kebaikan, kegunaan, dan kemanfaatan evaluasi program. Isu tengtang nilai timbul karena ada pertanyaan apakah evaluasi program bebas nilai atau sarat nilai. Nilai berkaitan dengan hubungan dalam evaluasi program, yang meliputi hubungan internal dan hubungan eksternal. Hubungan internal yaitu jalinan hubungan antara evaluator dengan pengelola, pelaksana, dan peserta program. Sedangkan hubungan eksternal adalah hubungan antara evaluator dengan pihak-pihak yang terkait diluar program seperti pemesan evaluasi, pengguna hasil evaluasi profesi dan lembaga-lembaga pendukung.
Etika adalah pertimbangan evaluator dan pihak-pihak yang terlibat atau terkait dengan evaluasi dalam menentukan suatu gagasan, tindakan atau perbuatan dengan memperhitungkan kegunaan atau manfaatnya bagi diri sendiri, orang lain dan lingkungan pada umumnya. Tanggungjawab etik evaluasi program berkaitan dengan hak, kewajiban dan tanggungjawab berbagai pihak terkait dalam evaluasi program.
1. Isu dalam evaluasi program
Dalam melakukan evaluasi program akan dijumpai berbagai isu. Pengelola program mempunyai tugas dan kewajiban untuk mengevaluasi program. Dalam mengevaluasi program akan dijumpai berbagai isu, antara lain:
a. Apakah evaluasi program dapat dilakukan dalam sekolah tertentu. Dengan penggunaan biaya yang efisien dan efektif. Efisiensi dan efektifitas mencakup, waktu yang digunakan, pelaksanaan evaluasi, unsure-unsur program, gaji, dan pembelian alat-alat untuk kegiatan evaluasi.
b. Sejauh mana pengeruh program bagi pertanggungjawaban public, praktisi, dan pembuat kebijakan yang mengharapkan bahwa program pendidikan luar sekolah memberikan manfaat bagi peserta didik dan masyarakat. Fakta-fakta tentang pengaruh program sering sulit diperoleh.
c. Bagaimana evaluasi program dapat dilakukan dalam situasi yang tidak mendapat gangguan dari program yang sedang di evaluasi. Pengukuran yang tidak terganggu , instrument pengumpulan data yang singkat dan menarik mungkin dapat membantu mengatasi gangguan yang terjadi dalam pelaksanaan evaluasi program.
d. Bagaimana pihak pemesan dan penerima laporan dan kesimpulan hasil evaluasi terdorong untuk terdorong untuk menggunaan hasil evaluasi itu dalam rangka memperbaiki atau mengembangkan program. Karena banyak hasil evaluasi yang tidak digunakan untuk dijadikan masukan dalam pengambilan keputusan tentang program yan g di evaluasi.
e. Siapa yang mengevaluasi evaluator dan laporan hasil evaluasi. Apakah phak-pihak yang berkompeten dalam pelaksanaan program atau pihak dari luar yang tidak terkait dengan pelaksanaan program.
f. Apakah observasi dalam evaluasi itu akurat dan sah. Evaluator sering memandang programdengan berbagai cara. Pemahaman terhadap cara pandang tersebut sering dipengaruhi oleh cara pandang evaluator. Misalnya, evaluasi tentang hasil yang dicapai peserta didik dalam program pendidikan , menurut evaluator harus diukur dengan performansi dalam melakukan suatu perbuatan. Nilai hasil belajar individual peserta didik kadang-kadang harus diukur dengan penampilannya dalam diskusi tentang materi pembelajaran melalui teknik observasi. Namun isu yang dapat muncul adalah observasi bukan kegiatan yang dilakukan sewaktu-waktu melainkan harus terencana dan berkelanjutan. Tidak hanya validitas observasi itu sendiri membutuhkan keputusan evaluator, tetapi evaluator harus memutuskan pula tentang alternative keputusan mana yang akan diambil.
g. Apakah focus evaluasi. Karena focus evaluasi diperlukan pada proses pembelajaran. Apabila hasil pembelajaran tidak memuaskan maka fakta itu perlu menjadi dasar untuk perbaikan proses pembelajaran. Evaluasi juga difokus kan terhadap partisipasi peserta didik dalam program pendidikan. Misalnya, deskripsi program yang kurang berhasil disebabkan oleh alasan-alasan fisik, keuangan, social, atau pendidikan.
h. Apakah nilai, berupa faidah atau manfaat, evaluasi dapat diterapkan. Informasi tentang evaluasi program pendidikan digunakan untuk melegitimasi tindakan pengelola program. Dalam tindakan tersebut pengelola memiliki nilai faedah yang perlu diterapkan. Penerapan nilai ini tidak valid apabila data hasil evaluasi itu tidak benar. Tidak bermakna apabila keputusan didasarkan atas data yang tidak mengandung nilai kegunaan program.
i. Siapa yang harus memutuskan nilai-nilai program. Dan beberapa evaluator beranggapan bahwa evaluator yang menggambarkan nilai-nilai program dengan meghimpun keputusan-keputusan dari pihak lain, bukan evaluator sendiri yang memutuskan nilai. Para evaluator lainnya menganggap bahwa mereka yang harus menentukan nilai-nilai program. Sementara itu ada evaluator yang beranggapan bahwa pengguna hasil evaluasi juga berhak menetapkan nilai-nilai program. Isu ini berkaitan dengan evaluator dan penerima hasil evaluasi, dalam konteks siapa yang menetapkan bahwa program itu memiliki nilai kegunaan, manfaat dan sebagainya.
j. Apakah evaluasi dibutuhkan untuk menggambarkan kebaikan atau kegunaan program berdasarkan indicator yang beragam, maka bagaimana indicator-indikator itu disusun dan bagaimana pula penentuan bobot masing-masing indicator. Bagaimana bergabai informasi dihimpun menjadi satu kesatuan. Program pendidikan adalah upaya yang menghasilkan berbagai dampak. Evaluasi juga adalah kegiatan yang kompleks. Namun bagaimana kompleksitas ini disederhanakan dan dijadikan masukan dalam menyimpulkan evaluasi yang seimbang, singkat, sederhana, dan menyeluruh adalah pekerjaan yang memerlukanketelitian. Isu ini akan lebih rumit apabila pertimbangan evaluator harus mencakup latar belakang dan kekurangan pengguna hasil evaluasi.
k. Apakah data yang dikumpulkan dalam evaluasi program untuk digunakan dalam menguatkan keputusan-keputusan yang telah diambil atau untuk membuat keputusan secara rasional. Serta meningkatkan pemahaman terhadap program. Apabila evaluasi dilakukan untuk memperkuat keputusan-keputusan yang telah ditetapkan maka dorongan melakukan evaluasi biasanya adalah motif politik. Fakta-fakta dikumpulkan guna mendukung keputusan politik yang telah ditentukan tetapi secara implicit. Hasil evaluasi tidak hanya telah ditentukan tetapi juga prosesnya dipengaruhi pengguna evaluasi. Apabila motif evaluasi lebih berorientasi pendidikan maka pembuat keputusan ingin mempelajari lebih jau tentang program dan pengaruhnya pada saatsebelum pengambilan keputusan.
l. Sejauhmana penerapan nilai manfaat program dapat menjelaskan kedudukan barbagai nilai dan menumbuhkan konflik antar nilai. Mengetahui lebih banyak belum tentu memahami lebih baik. Dalam isu tentang apakah ketiadaan nilai kesepakatan yang digambarkan hasil evaluasi program mengandung nilai negative terhadap program dibandingkan dengan penggunaan hasil evaluasi itu untuk pengambilan keputusan.
m. Ketika evaluator diisyaratkan untuk memutuskan secara tidak masuk akal tentang data yang bertentangan dengan standar yang berlaku, keputusan mana yang lebih cocok untuk diambil, data atau standar. Menyampingkan data berarti berasumsi bahwa semua prilaku manusia adalah rasional. Mengabaikan standar berarti menolak rasionalitas sebagai unsure vital dalam proses prilaku manusia. dengan demikian evaluator dihadapkan pada dilemma antara data atau standar.
n. Manakah yang lebih bermakna dalam evaluasi program, indicator kualitatif, atau indicator kauntitatif. Biasanya isu ini menimbulkan wacana yang lebih panas dari cahayanya. Indicator kualitatif menekankan secara holistic dan kebermaknaan yang dideskripsikan dengan ilustrasi dan studi kasus. Indidkator kuantitatif menekankan analisis yang mendalam tentang indicator-indikator kunci yang bermakna berdasarkan standar yang telah ditetapkan.
2. Nilai dalam evaluasi program
Telah lama menjadi ungkapan di masyarakat bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas nilai. Menurt pandangan ini seorang ilmuan hanya memahami proses dan produk ilmu pengetahuan melalui serangkaian penelitian, ia tidak peduli terhadap yang dilakukan pihak lain dengan hasil penemuannya. Misalnya seorang imuan fisika mencari, menemukan, memberikan informasi, tentang energy atom sedangkan politisi dan negarawan menggunakan energy atom itu untuk kepentingan perdamaian dan peperangan. Oleh karena itu terdapat anggapan dalam masyarakat bahwa ilmuwan pada umumnya tidak bertanggungjawab terhadap pengambilan keputusan tengtang produk ilmu pengetaahuan dan teknologi yang digunakan oleh politisi.
Pandangan ilmu pengetahuan hanya sibuk dengan dirinya sendiri tanpa berhubungan dengan nilai sebenarnya keliru. Contohnya ilmuan yang bergerak dibidangilmu pengetahuan alam, apalagi ilmu pengetahuan social, humaniora dan pendidikan mempunyai hubungan erat dengan berbagai nilai, sehingga ilmu pengetahuan itu sendiri tidak bebas nilai, melainkan sarat nilai. misalnya factor pengontrol, dalam setiap ilmu pengetahuan dan teknologi terletak pada pandangan dan masalah-masalah ilmu pegetahuan dan teknologi itu sendiri.
Terdapat hubungan yang berdekatan dan berkelanjutan antara ilmu-ilmu social dengan nilai-nilai social. Penelitian atau evaluasi social memiliki potensi untuk mempengaruhi nilai-nilai yang ada dan berkembang dalam masyarakat. Sebaliknya nilai-nilai memberikan pengaruh pada penelitian dan evaluasi social. Adalah tidak mungkin untuk melakukan kegiatan penelitian atau evaluasi social yang tidak dipengaruhi nilai-nilai yang dimiliki atau penilai dan komunitas dimana kegiatan itu dilakukan.
Identifikasi dan pemilihan masalah, pendekatan yang digunakan dan interpretasi terhadap data yang ditemukan dilapangan memerlukan asumsi-asumsi dan rujukan-rujukan nilai yang digunakan peneliti atau evaluator dalam kegiatan penelitian atau evaluasi.
Evaluator program sering bertugas dalam konteks yang sarat nilai. Nilai, asumsi, dan berbagai rujukan yang digunakan evaluator memainkan peran penting dalam menyusun rancangan evaluasi, pengukuran, analisis, dan interpretasi dalam kegiatan evaluasi. Singkatnya nilai-nilai terintegrasi dengan tugas-tugas evaluator program.
Konsep evaluator adalah sebagai penyedia data bagi pihak pengambil keputusan melalui penyajian deskripsi dan berbagai alternative keputusan mengenai program yang di evaluasi. Deskripsi mungkin terdiri atas gambaran program itu sendiri, latar belakang peserta program, perubahan tingkah laku peserta program sebagai hasil evaluasi yang berkelanjutan, persepsi pengelola dan pelaksana terhadap, biaya yang dikeluarkan dalam implementasi program, dan sebagainya. Evaluator dapat menjelaskan dalam laporannya bahwa seperti lima tenaga ahli menilai tujuan-tujuan program atau 80% peserta program menyatakan bahwa 85% multimedia telah membantu pembelajaran. Dalam deskripsi program tidak melibatkan nilai-nilai yang dimiliki evaluator.
Dalam penyajian alternative keputusan, evaluator mungkin melibatkan nilai-nilai dalam menyatakan berbagai keputusan yang dapat dipilih dan dipertimbangkan pihak pengambil keputusan. Nilai-nilai tersebut muncul ketika menginterpretasi deskripsi program. Berikut ini beberapa contoh pernyataan tentang alternative keputusan bagi pihak pengambil keputusan mengenai program yang telah di evaluasi:
a. Perubahan tingkah laku peserta program adalah hasil langsung dari pelaksanaan program. Sebagai missal kaum ibu yang tinggal di desa yang tertinggal akan mengutamakan mempercayai lembaga pelayanan kesehatan bayi dibandingkan dengan sebelum mengetahui pelayanan di Pusat Kesehatan Masyarakat.
b. Penambhan waktu pembelajaran dalam program pelatiahan keterampilan produktif mempengaruhi pada kecepatan pencapaian tujuan program yang berkaitan dengan penguasan keterampilan tersebut. Contoh, lebih banyak waktu yang digunakan peserta pelatihan dalam mempelajari tata busana makin cepat dalam menguasai keterampilan busana tersebut.
c. Secara umum, pembiayaan program ini sangat efektif. Program ini menghasilkan tujuan-tujuan yang amat berguna bagi peserta didik dibandingkan dengan program-program yang pembiayaannya kurang memadai.
Setiap evaluator memilki seperangkat nilai yang difokuskan untuk digunakan dalam
proses evaluasi. Para evaluator berangkat dari latar keilmuan yang berbeda-beda dengan berbagai nilai dan pandangan dasar yang berbeda pula. Keragaman latar belakang dan kemampuan untuk melakukan evaluasi ini disebut dengan nilai-nilai professional. Evaluator yang berlatarbelakang keilmuan sosiologi mungkin lebih berhubungan dengan penggambaran konteks dan pengaruh suatu program yang di evaluasi, sedangkan yang berlatarbelakang psikologi mungkin lebih berminat terhadap perkembangan individu atau kelompok sebagai akibat dari suatu perlakuan dalam program. Ahli psikologi klinis mungkin lebih tertarik untuk melakukan studi yang berkaitan dengan perubahan sikap, sedangkan ahli psikologi pengembangan kognitif, mungkin lebih berminat untuk merencanakan studi jangka panjang tentang fungsi-fungsi kognitif. Dengan kata lain, nilai-nilai professional akan amat beragam dalam berbagai disiplin dan sub disiplin ilmu. Sebagian ahli akan menempatkan nilai-nilai pada pengembangan teori, ahli-ahli lainnya akan lebih menitikberatkan pada praktek dan pandangan pragmatic dalam aplikasi suatu teori.
Di samping nilai-nilai professional, evaluator memiliki baebagai reaksi afektif terhadap
suatu program dan evaluasi program. Reaksi afektif dalam suatu program disebut nilai perorangan. Nilain perorangan ini muncul dari pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari luar pendidikan atau pelatihan professional, dan pengalaman dalam evaluasi. Nilai-nilai ini mungkin terbawa sejak kehidupan kanak-kanak dan masa dewasa atau mungkin terangkat dari pengalaman dalam kehidupan masa kini. Contoh nilai-nilai perorangan adalaha:
a. Adalah baik bagi seseorang untuk meningkatkan kesejahteraan orang-orang yang tidak beruntung dengan penuh perhatian melalui program pendidikan kecakapan hidup.
b. Adalah tidak baik bagi pemerintah untuk lebih menekankan pemberian sumbangan uang kepada orang-orang yang mampu bekerja dibandingkan dengan member beasiswa kepada anak-anak yang tidak mampu.
c. Polisi diperlukan untuk menjaga keamanan dan melindungi masyarakat.
d. Tiada yang lebih penting dalam kehidupan seseorang kecuali orang itu dirasakan manfaatnya oleh orang lain.
Niali-nilai personal dan professional tidak saling bertentangan, malah saling terkait.
3. Hubungan internal dan eksternal dalam evaluasi program
Nilai-nilai yang dianut evaluator dapatmempengaruhi evaluasi program. Namun
pengaruh terhadap evaluasi tidak satu-satunya disebabkan oleh nilai yang dimiliki evaluator. Banyak factor yang mempengaruhi terjadinya bias dalam evaluasi. Bias itu dapat terjadi dalam penentuan tujuan-tujuan evaluasi, penggunaan metode, keputusan yang berkaitan dengan hasil evaluasi, dan sebagainya dapat terjadi dalam konteks politik ekonomi.
Pelaku-pelaku utama pada konteks politik dan ekonomi dalam evaluasi program adalah
penyandang dana, penyelenggara program, pengelola program, dalam konteks politik dan ekonomi. Riecken dan boruh (1974 )menjelaskan enam pelaku utama yaitu pemegang inisiatif, sponsor, perancang pengelola program, pengembang program, dan pengguna hasil evaluasi. Penyandang dana termasuk pemegang inisiatif dan sponsor, evaluator berkaitan dengan perancang dan pelaksana evaluasi, penyelenggara dan pengelola serta pengembang program. Dengan sendirinya kelompok memegang peran dalam satu atau lebih pelaku evaluasi. Sebagai contoh, konsorsium penyandang dana atau komisi pengembang program, dan pelaku lainnya dapat melakukan lebih dari satu peranan seperti pengelola program yang dapat pila berperan sebagai penyandang dana.
Beberapa isu etika berdekatan dengan hubungan antara evaluator dengan pimpinan, penyandang dana, dan pelaksana program.
a. Apakah ada kewajiban evaluator terhadap ketentuan atau peraturan dalam evaluasi terhadap profesi evaluasi dan kepada pemesan evaluasi yang mungin mempunyai kepentingan terhadap evaluasi yang sedang dilakukan.
b. Apakah kewajiban evaluator ketika konsep evaluasi seperti proposal evaluasi ditolak oleh penyandang dana atau pemesan evalausi.
c. Dalam kondisi bagaimana dan pada tingkatan mana evaluator harus menjalin dan memelihara hubungan dengan pihak lain dalam evalausi program.
Pertanyaan diatas terletak pada struktur hubungan antara pengelola program, evaluator,
dan penyandang dana. Hubungan ini dapat membantu untuk menentukan tenyang sejauhmana proses evalausi berjalan dengan baik, dan hubungan ini pula yang akan mempenagruhi moral pelaksana evalausi dan pelaksana program. Yang dipengaruhi bukan saja terjadinya bias dan etika, melainkan emosi evaluator.
Hubungan utama antara evaluator dengan pihak lain adalah dengan pengelola program. Laporan evaluasi disampaikan evaluator kepada pengelola program,penyelenggara program, penyandang dana, dan pihak-pihak lain yang terkait. Dana yang diterima evaluator mungkin dari pengelola atau penyelenggara program, penyandang dana, dan pihak lainnya.
Hubunga saling ketergantungan antara evaluator dengan pihak lain mungkin dapat meningkatkan kepekaan evaluator terhadap kebutuhan khusus pihak lain terhadap evaluasi program. Kepekaan ini akan dirasakan bermanfaat apabila tujuan evalausi adalah untuk memperbaiki program. Namun, ketergantungan hubungan ini mungkin dapat merugikan evaluator tatkala tujuan evaluasi adalah untuk menyajikan hasil asesmen yang dapat dipercaya tentang pengaruh program. Pertanyaan skeptic akan selalu muncul tentang keakuratan hasil evaluasi berdasarkan hubungan saling ketergantungan tersebut.
4. Keterkaitan Etika dengan evaluasi program
Etika bersumber dari nilai-nilai. Nilai-nilai berhubungan dengan persepsi, pandangan, dan keyakinan evaluator dengan pihak-pihak lainnya tentang hal-hal yang dianggap baik atau buruk, berharga atau tidak berharga, berguna atau tidak berguna, bermanfaat atau tidak bermanfaat. Etika berkaitan juga dengan perilaku yang dianggap baik dan buruk melalui pemikiran atau akal sehat manusia pada umumnya, khususnya evaluator. Pemikiran tentang perilaku baik atau buruk dihubungkan dengan pertimbangan akal yang penuh tanggungjawab terhadap dampak perilaku tersebut. Singkatnya, seorang evaluator yang beretika itu senantiasa mempertimbangkan dengan penuh tanggungjawab terhadap perbuatan yang akan dilakukan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan segi baik dan buruk perbuatan tersebut bagi orang lain, masyarakat, dan bagi dirinya sendiri, serta bagi lingkungan pada umumnya.
Dalam evaluasi program, nilai-nilai yang dimaksud adalah sesuatu yanh baik, berharga, bermanfaat, berguna bagi kehidupan evaluator, dalam interaksinya dengan pihak-pihak pemesan evaluasi, pelaksana program, unsure-unsur yang di evalausi,pengguna hasil evaluasi. Serta lingkungannya. Nilai-nilai akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan keragaman factor-faktor yang mempengaruhi kehidupan manusia. factor-faktor tersebut adalah agama yang diyakini, moral yangb berkembang dalam budaya, perlakuan pendidikan, pesan-pesan dalam media masa, situasi lingkungan, dan sebagainya. Dihubungkan dengan evaluasi program, etika mencakup prinsip-prinsip dalam perbuatan baikn perorangan ataupu kelompok dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai kegiatan serta hasil evaluasi program.
Tanggungjawab etika seseorang atau kelompok evaluator tidak dapat diketahui dengan baik apabila tidak dipahami tentang nilai-nilai yang dipegang evaluator ketika mempersiapkan dan melakukan evaluasi. Sebagai misal , perhatikanlah situasi lingkungan ketika seorang evaluator memandang bahwa evaluasi program adalah termasuk kedalam kegiatan politik, yaitu untuk memperkuat atau menentang program yang dilakukan suatu instansi pemerintah atau swasta. Sedangkan evaluator yang lain berlawanan dengan pandangan diatas, karena ia menganggap bahwa evaluasi program adalah kegiatan ilmiah. Evaluator yang disebut pertama menganggap bahwa evaluasi program merupakan suatu tugas yang harus dilakukan, sekurang-kurangnya mengetahui konteks politik dalam evaluasi program. Sebaliknya, evaluator yang disebut kedua memiliki anggapan bahwa dirinya tidak mempunyai tanggungjawab etika untuk memperhatikan bahwa evaluasi program berkaitan dengan konteks politik, melainkan ia melihat bahwa sesuatu evaluasi program mengandung variable-variabel yang relevan untuk dikaji secara mengamati proses dan produk evaluasi program.
Banyak pihak yang terlibat dalam evaluasi program. Di dlamnya terdapat para pelaksana evaluasi program dan masing-masing pelaksana memiliki tanggungjawab etik. Mereka adalah evaluator, orang-orang atau lembaga-lembaga yang membidangi evaluasi, berbagai pihak yang terlibat dalam program yang sedang di evaluasi, masyarakat yang menerima laporan evaluasi, dan khususnya yang memberikan tugas untuk mengevaluasi, dan evaluator lain yang mungkin akan melakukan analisis kembali terhadap data hasil evalausi dan mungkin menginterpretasi kembali data tersebut.
Tanggungjawab etik dalam evaluasi program dikemukakan oleh weiss (1970) yang menyatakan bahwa telah terjadi politisasi evaluasi program. Menurutnya, evaluator yang melkukan evaluasi program-program yang berkaitandengan aktivitas masyarakat akan berurusan dengan pihak lain, posisi dan fungsi, permasalahan operasional, masalah karir, dan imbalan. Bahaya yang sedanh mengancam adalah evaluasi program makin memasuki wilayah politik. Politisasi ini juga memasyarakat sehingga pertimbangan etika juga diwarnai dengan banyaknya anggota masyarakat yang mengamati proses dan produk evaluasi program.
Pertimbangan etik tergantung pada struktur nilai. Tanggungjawab etik evaluasi program melibatkan tidak hanya evaluator program tetapi juga profesi lain, seperti penulis atau pengarang, yang membutuhkan perangkat standar etik. Kajian kepustakaan tentang etika dalam evaluasim program belum dilakukan secara intensif. Penyusunan dan pengembangan etika dalam evaluasi program masih dalam proses.
Salah satu hasil kajian awal tentang tenggungjawab etik evaluasi program dikemukakan oleh Riecken dan Boruch (1974). Dalam bab nilai-niali kemanusiaan dan eksperimen social, kedua pakar tersebut menaruh perhatian kuat terhadap dua isu etika. Pertama, adalah isu yang berkaitan dengan eksperimen dalam evaluasi. Dalam evaluasi sumatif, misalnya, evaluator program pertama-tama harus merasa senang bahwa program yang dievaluasi itu berpotensi dapat menguntungkan. Misalnya, hasil evaluasi program dikaji oleh pihak atau penguasa yang berwenang untuk itu. Selanjutnya, evaluator harus dapat meyakinkan pihak-pihak yang terkait bahwa rancangan evaluasi program tidak akan merugikan hak-hak pihak yang terlibat dalam evaluasi. Evaluator menggunakan rancangan evaluasi yang tepat, mempertimbangkan kebutuhan informasi pihak pengambil keputusan, menganalisis konteks lingkungan, menggunakan kajian teoritis dan empiric, menerapkan pendekatan, metode dan teknik evaluasi yang cocok, serta asas-asas ilmiah yang dapat memenuhi peranggungjawaban etik.
Isu kedua, merupakan wilayah etik utama, yaitu perhatian tentang izin informasi, kekhawatiran, keamanan diri, dan kerahasiaan. Izin informasi tentang orang-orang yang terlibat dalam evaluasi saat ini diperlukan apabial pemerintah turun tangan atau publikasi hasil evaluasi akan diterbitkan dalam jurnal. Keamanan dan kerahasiaan perlu makin diperhatikan. Para evaluator mempunyai kewajiban moral dan professional untuk melindungi keamanan pribadi orang-orang yang terlibat dalam evaluasi dan untuk menjaga kerahasiaan data kecuali apabila mereka diberitahu bahwa data tersebut telah diizinkan untuk disampaikan ke pihak luar.
5. Pertanggungjawaban etika dalam evaluasi program.
Pertanggungjawaban etik dalam evaluasi program memerlukan penyusunan dan
tersedianya kode etik. Untuk itu maka pertama, kode etik evaluasi program perlu disusun dan ditetapkan oleh lembaga multidisiplin yeng menyelenggarakan evaluasi program. Kode etik ini menetapkan standar yang dapat mempengaruhi secara positif terhadap sikap dan perilaku para penyelenggara dan pelaksana evaluasi program. Kedua, pembentukan lembaga pengkaji kode etik yang terdiri atas orang-orang yang yang mempunyai kualifikasi sama dengan penyusun kode etik. Lembaga ini dapat memberlakukan sanksi bagi evaluator yang melanggar kode etik dengan ganjaran bagi mereka yang menaatinya secara konsisten dan berkelanjutan.
Kode etik evaluasi ini sangat penting bagi evaluator , penyelenggara evaluasi, dan
pemesan atau pengguna hasil evaluasi program. Kode etik ini bagi evalausi sendiri dimaksudkan sebagai rujukan untuk melaksanakan kegiatan evaluasi sehingga dapat memenuhi criteria objektivitas, observabilitas, validitas, reabilitas, dan, usabilitas. Objektivitas berkaitan dengan ketaatasasan laporan evaluasi dengan data sebagai mana adanya. Observabilitas mengandung arti bahwa data tentang gejala, peristiwa, atau benda dapat diamati, diraba, dan atau dirasakan, denagn panca indera. Validitas berkaitan dengan kesahihan data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan. Reabilitas mengandung arti bahwa data akan tetap ajeg apabila diukur dengan ukuran standar pada waktu kapanpun dan dimanapun. Usabilitas berkaitan dengan nilai kegiatan dan hasil evaluasi bermakna bagi kepentingan program dan pihak-pihak yang terkait dengan program.
Pertanggungjawaban etik dalam evaluasi program dialamatkan oleh evaluator kepada penyelenggara, pengelola, pemesan dan pengguna hasil evaluasi, peserta, masyarakat, dan profesi. Sebaliknya pertanggungjawaban etik juga terdapat pada penyelenggara, pengelola, profesi, peserta program, dan, evaluator lain terhadap evaluator yang melakukan evaluasi program.
JOURNAL
Sabtu, 28 Mei 2011
ISU, NILAI, DAN TANGGUNGJAWAB, ETIKA DALAM EVALUASI PROGRAM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thank You