Sebelum datangnya belanda ke wilayah rokan kanan terdapat tiga kerajaan yaitu:kerajaan rambah,kerajaan tambusai dan kepenuhan.Kerajaan-kerajaan ini dikepalai oleh seorang raja dan dibantu oleh beberapa ninik-mamak.Kerajaan tambusai diperintah oleh raja yang bernama Sri Sultan Ibrahim gelar duli yang dipertuan besar.
Pada masa ini agama islam telah berkembang disepanjang sungai rokan,karna itu dalam urusan agama dikerajaan dilakukan oleh seorang wali yang disebut dengan wali syara’.Pada pemerintahan duli yang dipertuan besar ke 10 wali syara’ dipegang oleh imam maulana kali,beliau adalah seorang ulama yang berasal dari rambah,dan juga seorang ulama yang bijaksana serta pandai bergaul,karna itu dia sangat disenangi dan disegani masyarakat,sehingga beliau mendapatkan istri di tambusai ini.
Dari perkawinannya ini lahir seorang anak laki-laki yang bernama muhammad shaleh. Imam maulana kali mendidik anaknya dengan pendidikan agama yang penuh disiplin, apabila imam kali menghadiri kerapatan negri,muhammad shaleh selalu dibawanya, sehingga dengan keikutannya itu memberikan pendidikan dan keberanian terhadap dirinya.
Untuk memperdalam ilmu pengetahuannya, Muhammad Shaleh di sekolahkan ayahnya ke Bonjol, karena disana terkenal dengan ulama-ulama besar yaitu Haji Miskin, Haji Sumaniq, Haji Piubang dan Tuanku nan Rincih, dimana mereka ini baru pulang dari Mekkah dan mereka juga mengadakan pembaharuan di bidang agama di Minang Kabau. Golongan ini disebut kaum Padri. Gerakan ini mendapat tantangan dari kaum adat dan akhirnya menimbulkan peperangan antar kaum Padri dan kaum adat.
Karena Bonjol tidak tenang, maka Muhammad Shaleh dipindahkan keriau dan, disanalah beliau memperdalam ilmu hukum agama. Setelah beliau menguasai ilmu agama, Muhammad Shaleh menyebarkan agama di tanah Karo, tetapi karena Kerajaan Tambusai memerlukan seorang ulama maka Muhammad Shaleh dipanggil pulang ke Tambusai, beliau tinggal di Tambusai sampai ayahnya meninggal, karena setelah ayahnya meninggal beliau berangkat kembali ke Minang Kabau.
Pada tahun 1833 terjadi peperangan Belanda dengan golongan Padri, peperangan ini terjadi karena kaum adat minta bantuan kepada Belanda untuk memerangi kaum Padri, dalam peperangan ini Muhammad Shaleh bersama gurunya dapat mengalahkan Belanda. Dengan keberaniannya itu Muhammad Shaleh diberi gelar “Tuanku Tambusai”.
Setiap terjadi peperangan Tuanku Tambusai selalu mendapat kemenangan, atas kekalahan ini, Belanda selalu menawarkan perundingan damai Tuanku Tambusai, tetapi tawaran ini ditolak oleh Tuanku Tambusai, karena beliau mengetahuinya bahwa itu hanya tipu muslihat semata.
Untuk menangkis serangan Belanda Tuanku Tambusai mendirikan benteng tujuh lapis dengan tembok yang kuat dan di sekelilingnya dibuat parit dalam serta setiap lapis diberi pintu gerbang tersendiri serta dipagar dengan aur berduri sehingga benteng ini diberi nama “Benteng Aur Berduri”.
Tahun 1837 terjadi pertempuran yang sangat sengit antara pasukan Tuanku Tambusai dengan Belanda, dalam peperangan ini kembali kemenangan dipihak Tuanku Tambusai, tetapi ia kehilangan seorang panglima bernama Jamudal Alim, beliau adalah seorang panglima perang pasukan Tuanku Tambusai, dalam peperangan ini tentara Belanda merasa terpukul sehingga Belanda merasa dendam dan berjanji akan mengadakan balasan.
Tahun 1838 Belanda mengadakan penyerangan kembali. Serangan ini adalah serangan balasan, sehingga serangan ini dapat merebut benteng Padri dan serangan dilanjutkan ke benteng Portibi. Dalam serangan ini banyak pasukan Tuankun Tambusai yang gugur dan membuat Tuanku Tambusai mundur. Pasukan Belanda terus mengadakan penyerangan dan bantuan terus berdatangan dari Padang, sehingga serangan membuat Tuanku Tambusai terus mundur ke benteng lapis berikutnya.
Melihat keadaan ini dengan tiba-tiba Tuanku Tambusai mengadakan serangan yang menggila terhadap pasukan Belanda dan serangan ini membuat tentara Belanda cerai berai, tetapi dalam waktu yang tidak lama dapat disatukan kembali oleh michel selaku pimpinan tentara belanda terus mengadakan serangan sehingga korban berjatuhan dikedua belah pihak. Akhirnya benteng baling-baling dapat direbut Belanda dan gudang-gudang dikuasainya.
Setelah benteng Baling-Baling dikuasai Belanda, Tuanku Tambusai telah lebih dahulu memasuki benteng Aur Berduri untuk menyusun dan mengatur perlawanan terhadap serangan Belanda. Pada serangan pertama Belanda tidak berhasil memasuki benteng aur berduri karena benteng tersebut sangat rapi dan kuat. Untuk menembus benteng tersebut Belanda menyerahkan uang logam ke pagar dengan maksud agar rakyat mencari uang tersebut dan akhirnya akan membuat aur berduri yang memagar benteng tersebut rusak oleh rakyat mencari uang yang diserahkan Belanda.
Setelah mempelajari keadaan aur berduri, barulah Belanda menyerang benteng aur berduri secara besar-besaran. Dengan senjata yang lengkap dan pasukan yang banyak aur berduri dapat direbut pasukan Belanda, walaupun sudah dipertahankan dengan kekuatan yang ada.
Akhirnya tentara Belanda menguasai benteng aur berduri dan membuat pasukan Tuanku Tambusai bercerai berai dan Tuanku Tambusai untuk menyelamatkan keluarga dan dirinya terpaksa meninggalkan daerah kelahirannya ke Malaka (Malaysia) dan menetap di negeri Sembilan sampai hayatnya.
Perjuangannya dimulai di daerah Rokan Hulu dan sekitarnya dengan pusat di Benteng Dalu-dalu. Kemudian ia melanjutkan perlawanan ke wilayah Natal pada tahun 1823. Tahun 1824, ia memimpin pasukan gabungan Dalu-dalu, Lubuksikaping, Padanglawas, Angkola, Mandailing, dan Natal untuk melawan Belanda. Dia menjadi pemimpin Paderi pada tahun 1832, setelah Belanda mengangkat Tuanku Mudo menjadi regentBonjol.
Dalam kurun waktu 15 tahun, Tuanku Tambusai cukup merepotkan pasukan Belanda, sehingga sering meminta bantuan pasukan dari Batavia. Berkat kecerdikannya, benteng Belanda Fort Amerongen dapat dihancurkan. Bonjol yang telah jatuh ke tangan Belanda dapat direbut kembali walaupun tidak bertahan lama. Tuanku Tambusai tidak saja menghadapi Belanda, tetapi juga sekaligus pasukan Raja Gedombang (regentMandailing) dan Tumenggung Kartoredjo, yang berpihak kepada Belanda. Oleh Belanda beliau digelari “De Padrische Tijger van Rokan” (Harimau Paderi dari Rokan) karena amat sulit dikalahkan, tidak pernah menyerah, dan tidak mau berdamai dengan Belanda. Keteguhan sikapnya diperlihatkan dengan menolak ajakan Kolonel Elout untuk berdamai. Pada tanggal 28 Desember 1838, benteng Dalu-dalu jatuh ke tangan Belanda. Lewat pintu rahasia, ia meloloskan diri dari kepungan Belanda dan sekutu-sekutunya. Ia mengungsi dan wafat di Seremban,Negeri Sembilan, Malaysia pada tanggal 12 November 1882.
Karena jasa-jasanya menentang penjajahan Hindia-Belanda, pada tahun 1995 pemerintah mengangkat beliau sebagai pahlawan nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thank You