JOURNAL

Rabu, 04 Juli 2012

Ah Rusia, Mengejar Mimpi Sejauh 9.800 Km

Rusia. Apa yang ada di benak kita, pada saat mendengar atau membaca profilnya? Bagi sebagian besar orang, terutama kacamata masyarakat Indonesia masih menganggap Rusia (atau dahulu lebih dikenal sebagai Uni Soviet) identik dengan komunis, atheis atau cuacanya yang dingin. Namun tak dapat dipungkiri, negara dengan wilayah terluas di dunia ini memiliki daya magis tersendiri yang membuatnya turut berperan dalam berbagai peristiwa penting dalam peradaban manusia.

Setelah euforia menyelesaikan studi S1 di kota gudeg Yogyakarta,  saya dihadapkan pada dua pilihan : mencari kerja atau sekolah. Dalam hati  saya waktu itu memprioritaskan untuk bekerja, sekolah lagi hanyalah plan B apabila “apes”. Tuhan tidak bermain dadu begitu kata tokoh favorit saya, Einstein. Yang terjadi adalah perasaan saya sebagai fresh graduate saat menghadiri banyak job fair membulatkan tekad saya untuk sekolah lagi. Bukan lari dari kenyataan atau alergi terhadap dunia kerja, pun nanti saya pasti akan menjadi pekerja. “Sudah banyak orang pintar di Indonesia, saya yang biasa-biasa ini harus punya amunisi tambahan”, begitulah kata yang terngiang di benak saya.

Setiap tahun, negara-negara yang menempatkan Kedutaan besar di Jakarta pasti memberikan kesempatan beasiswa belajar baik dari tingkat S1, S2, S3 hingga Post-doktoral.  Demikian halnya dengan Pemerintah Federasi Rusia rutin memberikan beasiswa kepada Warga Negara Indonesia, kuotanya berkisar 30-35 orang pertahun. Data terkini (2012) kurang lebih 160 orang Indonesia menuntut ilmu di Rusia tersebar dari St.Petersburg hingga Vladivostok. Jumlah ini sangat sedikit bila dibanding dengan mahasiswa kita yang belajar di negara lain semisal Australia, Amerika atau Eropa Barat sekalipun yang selalu dibanjiri peminat setiap tahun.

Kalah populerkah beasiswa Rusia ? Saya berani menjawab tidak!  Itulah yang saya rasakan pada saat menginjakkan kaki di Moskwa, atau lebih tepatnya di Kampus RUDN (People’s Friendship University) , tempat dimana saya akan menuntut studi master selama tiga tahun (satu tahun fakultas persiapan dan dua tahun teori). Generasi di Indonesia saat ini mungkin sedikit yang paham (kecuali generasi era Soekarno atau pencinta sejarah) betapa majunya negara Rusia dalam dunia pendidikan terutama ilmu kedokteran, eksakta dan sosial humaniora.

Negara berpotensi BIC semisal Brazil, India dan Cina rutin mengirimkan ratusan warganegaranyanya menuntu ilmu kesini. Kalau lingkupnya dipersempit ke level ASEAN maka kita harus berkaca pada Malaysia dan Vietnam yang rutin mengirim 3000-4500an mahasiswa setiap tahunnya ke berbagai universitas di Rusia. Sama halnya dengan beberapa negara Amerika Latin dan Timur Tengah. Negara tersebut bukanlah yang dipandang sebelah mata dalam konstelasi politik internasional dan pastinya tidak gegabah untuk menanamkan asetnya ke Rusia. Tidaklah apik mempertanyakan kemana paradigma negara kita selama ini, yang membedakan adalah visinya kedepan yakni memberikan pendidikan yang berkualitas bagi setiap rakyat.

Detail beasiswa sudah bisa kita ketahui di internet dan tidak ada syarat TOEFL, IELTS atau GRE dalam beasiswa ini. Hal ini dikarenakan Rusia bukanlah negara yang menganggap bahasa Inggris itu patut dipelajari. Inilah Rusia! begitulah pemikiran rakyat Rusia yang senantiasa berbeda dari negara-negara lain. Jadi bahasa Inggris tidak berguna? Hmm. tidak juga, beberapa teman saya dari Afrika dan Amerika Latin cukup fasih berbahasa inggris.

Jadi kalau ingin luwes bergaul di Rusia, ada baiknya bahasa Inggris jangan ditinggalkan. Sebenarnya di Rusia juga ada beberapa kampus dengan fasilitas menggunakan bahasa Inggris di “international class”,cuman sayang tidak ditawarkan dalam skema beasiswa. Selain itu biaya hidup tidak ditanggung oleh Pemerintah Federasi Rusia, memang ada uang saku yang rutin diberikan setiap bulan, yakni 1199 Rubel (+-37 dolar amerika). Sangat kecil untuk ukuran biaya hidup di Moskwa yang berpredikat salah satu kota termahal di dunia.

Tapi jangan khawatir dulu,orang bijak berkata banyak jalan menuju Roma, sebagai mahasiswa, banyak fasilitas yg diberikan seperti : asrama dengan harga terjangkau, kartu sosial (untuk transportasi)  dan yang paling penting bagi saya: kompor, karena selama hidup disini, memasak adalah solusi yang mujarab untuk menekan pengeluaran sehari-hari. 

Ini hanyalah contoh di Moskow, namun di kota-kota lain seperti Rostov, Ulyanovsk atau Krasnodar mungkin berbeda. Kuncinya adalah pribadi masing-masing mau memilih gaya hidup seperti apa.  Apabila beasiswa dari Pemerintah Federasi Rusia dirasa tidak mencukupi,ada juga beasiswa yang ditawarkan oleh DIKTI biasanya diperuntukan untuk kalangan akademisi (seperti dosen PNS atau swasta).  Untuk test ini biasanya memakai TOEFL dengan skor sekitar 450-500. Dan beasiswa yang didapat sekitar 500 dolar amerika. Hanya saja program ini tidak dibuka setiap tahun. Untuk lebih jelasnya bisa ditanyakan di Depdiknas Jakarta.

Saat saya menulis tulisan ini, di Moskwa sedang turun salju (зимои). Sebagai orang yang lahir dan tinggal di dekat garis khatulistiwa, hal ini sangat unik. Seunik perasaan orang Rusia melihat dunia. Dibalik dingin dan kesukaannya menenggak vodka, tersimpan kehangatan dan misteri yang hanya bisa dimengerti oleh mereka sendiri. Percaya atau tidak, jarak Rusia dan Indonesia yang kira-kira 9.800 kilometer terasa dekat saat dosen saya di kelas persiapan bahasa, menyanyikan lagu “Rayuan Pulau Kelapa”. Rusia sudah lama memandang Indonesia sebagai sahabat. Presiden pertama RI, Soekarno menyadari hal itu, namun masanya telah lewat. Yang tersisa sekarang hanyalah romansa kuno belaka. Saat ini adalah era merintis persahabatan itu kembali. Tidak semua orang Indonesia mau mengambil langkah non-populer untuk belajar kesini, tetapi kami melakukannya karena rasa keingintahuan yang besar akan negeri beruang merah nan penuh misteri.

Informasi mengenai beasiswa Rusia bisa diperoleh melalui:
PUSAT KEBUDAYAAN RUSIA
Jalan Diponegoro No.12, Menteng, Jakarta Pusat 10310, Phone.  (+6221)31935290),
pada hari kerja Senin-Jumat jam 9.00-17.00 WIB.
Penulis: Adri Arlan
(Sedang Belajar Fakultas Persiapan Bahasa untuk mempersiapkan Master of Foreign Studies di People Friendship University, Moskwa)

kutip
republika